Gejolak panasnya kondisi sosial kampung Sukasari tahun 1950an, masa pemerintahan Orde lama
7:23 AM
Gejolak
panasnya kondisi sosial kampung Sukasari tahun 1950an, masa pemerintahan Orde
lama
Darul Islam adalah
sebuah kelompok militansi muslim pada jaman orde lama yang bertolak belakang
dengan ideologi pemerintahan indonesia pada masa itu dan dianggap sebagai
kelompok radikal negara yang akan membahayakan pemerintahan. Pergerakan ini
memulai gerakannya pada sekitar tahun 1942 yang dipimpin oleh seorang politisi
muslim radikal karismatik yaitu Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Gerakan darul islam memproklamirkan berdirinya negara yang
berlandaskan hukum islam di indonesia yang di deklarasikan oleh kartosuwiryo di
Gunung Cupu, Tasikmalaya pada tanggal 7 Agustus 1949 M.
Pada perjalanannya kali ini saya akan mengulas gerakan ini
yang bergerak di daerah saya sendiri yaitu di kampung Sukasari, Mangkubumi,
Sadananya, Ciamis.
Pada sekitar tahun
1949-1950 beberapa warga kampung karadak (sukasari) mengikuti faham ideologi DI
(Darul Islam) yang pada masa itu tokoh masyarakat/kiayi kampung karadak ikut
bergabung dengannya. Kiyai tersebut yaitu Mama Dili (suami alm. Nini Adah),
adapun pengikut DI yang lain yaitu Mang Harmana, Mang Rukma (kakak dari mang
Hamidin), Mang Ebo (paman alm. mang Juha), mang Upidi, Dayat (anak dari alm.
Nini Adah), Sahrimi, Mang usup, mang Junasa, dan masih banyak lagi anggota DI
warga karadak (sukasari) yang tidak bisa saya sebutkan semuanya.
Pergerakan DI di karadak pada masa itu sangat
menegangkan yang pada saat itu
mengharuskan kelompok DI berhijrah ke gunung-gunung untuk bersembunyi dari
kejaran OKD (organisasi Keamanan Desa) pada masa itu adalah keamanan
pemerintahan negara Indonesia. Adapun beberapa warga karadak yang selalu
mensuplai makanan untuk diberikan kepada kelompok DI yang bersembunnyi di
gunung-gunung salah satunya adalah alm. Aki Aleh (Kakek Saya) beliau adalah
salah satu orang yang pro dengan DI tetapi tidak bergabung dengan DI, beliau
selalu mensuplai makanan kepada anggota DI yang sedang bersembunyi di gunung.
Sampai suatu ketika beliau pernah diseret di jalanan oleh tentara BODM (kalo
sekarang menjadi Hansip) karena tertangkap tangan selalu memberi makanan kepada
orang-orang DI.
Pada perjuangannya, sekitar
tahun 1955 kiayi kampung karadak yaitu Mama Dili meninggal dunia tertembak oleh
OKD di kampung cikuya ketika dia sedang silem (sedang istirahat), dan pada
tahun 1957 anaknya mama Dili yaitu Dayat tertembak mati di gunung Syawal ketika
baku tembak dengan OKD.
Dalam rangka
pemberantasan gerakan ini, Pada tahun 1950 seluruh warga karadak mengungsi ke
leuwihalang yang dikarenakan pemerintah mencurigai akan pergerakan DI di
kampung ini.
Tahun 1955 rumah
pengungsian masyarakat yang berada di leuwihalang dibakar oleh DI, dengan
maksud politik DI supaya tidak ada tentara OKD yang datang ke tempat
pengungsian masyarakat DI.
Selama 10 tahun kampung
karadak kosong tak berpenghuni dan sempat menjadi hutan belukar. Baru pada tahun
1960an ketika warga merasa kampung karadak sudah aman warga kembali ke kampung
karadak dan ketika itu kampung karadak dibuka kembali dan di ganti namanya
menjadi Sukasari.
Pada tahun 1962 ketika
pimpinan DI (imam kartosuwiryo) tertangkap dan dieksekusi mati, kelompok DI
turun dari gunung-gungung untuk menyerahkan diri, dan termasuk alm. Nini Adah
turun dari gunung untuk menyerahkan diri.
Ketika masa itu yang
menjadi kepala desa mangkubumi yaitu pak Basari.
Pada tahun 1960 ayah
saya pernah menjadi pagar betis di cikampek, gunung sangga buana, teluk jambe.
Pagar betis adalah
suatu strategi Pemerintahan sukarno dalam rangka perlawanan kepada DI, yang
bermaksud mengelabui DI supaya tidak dapat menyuplai makanannya dan DI tidak
bisa turun gunung.
Senin 17 februari 2014
(02.01 AM), di ruang keluarga.
Sumber:
Wikipedia.com
Wawancara ayah saya
(Bapak Taryono), dari kisah pengalaman hidup.
1 komentar
cemunguttssss
ReplyDelete