Kreativitas Versus Globalisasi
2:10 PM
Kreativitas Versus
Globalisasi
(Disampaikan oleh: Yakub Saroni)
“Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh”
Prolog
Globalisasi adalah proses integrasi internasional
yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia,
produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan
lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi
dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet,
merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan
(interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.
Globalisasi sebagai sebuah fenomena
mulai menampakkan dirinya pada sekitar tahun delapan puluhan abad ini. Dan
pemunculan itu setidaknya sangat berkaitan erat dengan 3 peristiwa besar yang
masing-masing mewakili ranah politik, teknologi dan ekonomi.
Menurut
James Petras “Globalisasi merupakan suatu fenomena yang keberadaanya
tidak begitu saja ada. Ia ada setelah melalui proses yang kompleks. Ada
tiga argumen dasar untuk menjelaskan globalisasi, yaitu pertama, kemajuan teknologi atau revolusi teknologi informasi, kedua, permintaan pasar dunia dan ketiga, logika kapitalisme atau logic of capalitalism.
Perkembangan globalisasi
Globalisasi
Pertama menurut Kennedy terjadi pada 1850-1914, dimulai dari penyebaran
nilai liberal dalam perekonomian. Penekanan dalam periode ini meliputi soal
kebebasan dan kebendaan individu. Dari sudut hukum ekonomi internasional,
periode ini menyaksikan munculnya konsep tentang perdagangan bebas dan gold standard. Indonesia sendiri
mengalami Globalisasi Pertama dalam statusnya sebagai kolonial Hindia Belanda.
Sebagai koloni, pluralisme hukum terbentuk antara hukum Barat yang hidup berdampingan
dengan sistem hukum adat/lokal yang ada di Indonesia saat itu.
Tahun
1900 adalah awal Globalisasi Kedua, yang dinamakan ”The Social”. Periode ini bertahan 68 tahun. Penekanannya
pada perombakan struktur/kelas sosial, keadilan sosial, nasionalisme,
lokalisme, sosialisme/komunisme, dan jaringan sosial. Nilai individualisme
diganti dengan nilai kepentingan bersama.
Globalisasi
ketiga sebagai hasil sintesis Classical
Legal Thought dengan The Social.
Dalam periode ini, kebijakan dan neoformalisme menjadi lebih penting.
Nilai yang mengalami globalisasi adalah hak asasi manusia,
nondiskriminasi, rule of law,
federalisme, otonomi daerah, konstitusionalisme, termasuk peraturan prudensial,
Basel II, good corporate governance,
serta konsep baru tentang regulasi pasar (the pragmatically regulated market). Pada saat itu, berkembang
pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap
difusi kebudayaan di dunia.
Sejarah singkat
Banyak
sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena diabad ke-20 ini yang
dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan
globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad
yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia
mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat
itu, para pedagang dari Cina dan India mulai menelusuri negeri
lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera )
maupun jalan laut untuk berdagang. Fase selanjutnya ditandai dengan
dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk
jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Cina, Vietnam,
Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia,
dan Genoa.
Di
samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan
nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab
ke warga dunia. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara
besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda
adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan
terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia.
berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi
saat ini, seperti komputer dan internet.
Semakin
berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia misalnya,
sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai
cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat , Unilever dari
Belanda , British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya.
Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga
saat ini.
Nilai
Plus globalisasi
Dampak
positif globalisasi mencakup berbagai bidang kehidupan yaitu bidang ekonomi,
pendidikan, dan lain-lain. Dampak positif globalisasi ekonomi terlihat dari
aspek kreativitas dan daya saing dengan semakin terbukanya pasar untuk
produk-produk ekspor. Tumbuhnya kreativitas dan peningkatan kualitas produksi
yang disebabkan dorongan untuk tetap eksis di tengah persaingan global akan
membuat munculnya inovasi untuk menghasilkan produk-produk dalam negeri yang
handal dan berkualitas. Investasi secara langsung seperti pembangunan pabrik
juga akan turut membuka lowongan kerja.
Dalam
bidang pendidikan, globalisasi juga memberikan dampak yang baik antara lain
terlihat pada sekolah–sekolah yang dikenal dengan billingual school dan kelas internasional di
perguruan tinggi. Penambahan bahasa asing akan membuat siswa lebih memahami
bahasa negara lain dan dapat berkomunikasi dengan baik. Globalisasi pendidikan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas. Dengan ini
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.
Dalam bidang budaya, globalisasi juga sangat berperan positif. Dengan
adanya globalisasi budaya, orang dari negara lain dapat mengetahui kebudayaan
dalam negeri dan sebaliknya. Hal tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan
promosi pariwisata di masing-masing negara dan akan mendorong orang berkunjung
ke negara tersebut. Arus globalisasi juga berdampak pada mode busana dunia yang
ditandai dengan banyaknya orang yang memakai pakaian dengan mode yang sama di
berbagai belahan dunia. Selain itu juga masih banyak dampak positif di berbagai
bidang lainnya.
Modernisasi
dan Globalisasi sebagai strategi hegemoni
(sebuah pemanfaatan kesempatan negara industri)
Modernisasi
yang lebih dikenal dengan istilah pembangunan (development) ini, pada praktiknya hanya merupakan usaha
negara-negara Barat untuk terus mengukuhkan dominasinya atas negara-negara
bekas jajahan pasca Perang Dunia II. Dunia melihat, pada tahun 1980-an, hampir
setengah abad berlalu semenjak kemerdekaan dan proses modernisasi
dilakukan yang diharap bisa menjadi pintu kemajuan bagi negara Dunia Ketiga,
terbukti upaya itu tidak membuahkan hasil. Yang ada adalah kenyataan bahwa Dunia
Ketiga tetaplah menjadi negara miskin, terbelakang dan terpinggirkan serta
sekaligus tetap menjadi obyek eksploitasi negara maju.
Padat
tahun itu, negara-negara industri yang jumlah penduduknya hanya 26% dari
penduduk dunia ternyata menguasai lebih dari 78% produksi, menguasai 81%
perdagangan dunia, 70% pupuk, dan 87% persenjataan dunia. Sementara 74%
penduduk Asia, Afrika, dan Amerika bahwa modernisasi muncul disaat manusia
sudah dapat berfikir secara ilmiah tentang apa sebenarnya yang menjadi tuntutan
kebutuhan mereka dalam hidup yang kemudian memaksa mereka untuk membuat
beberapa teknologi untuk memudahkan proses kehidupan mereka. Teknologi yang
dibuat pun bersifat efektif dan efisien, membuat apa yang sebelumnya mereka
yakini adalah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Saat inilah juga
dikenal dengan saat rasio berkuasa, fikiran mengalahkan segalanya, bahkan
kepercayaan yang sifatnya religi.
Masalah
yang kemudian tanpa disadari adalah awal dari globalisasi, suatu proses
penduniaan segala sesuatu yang tak dapat kita tahan, suatu proses dunia yang
seakan tanpa dinding. Ditemukanlah kemudian telegram, sebuah alat komunikasi
lintas wilayah dengan media elektronik yang sangat rumit proses interaksinya. Modernisasi
kemudian menjadi jalan tol yang menopang masuk dan merebaknya globalisasi.
Seperti halnya sebuah rencana dan niatan yang baik pada setiap awal langkah,
tentu ketika pertama kali diciptakannya teknologi, ketika pertama kali kita
masyarakat internasional melek dan sadar akan pentingnya teknologi tentu tidak
ada yang salah akan semua ini. Bahkan yang ada hanyalah sebuah harapan yang
sangat besar akan manfaat yang dibawa oleh hasil ciptaan manusia ini. Namun,
seiring dengan berjalannya waktu, ketamakan ternyata tak pernah lepas dari hati
masyarakat internasional. Kasus yang kemudian muncul adalah kasus pemanfaatan
disegala bidang, juga pemanfaatan teknologi yang merupakan karya luhur dan suci
dari modernisasi. Teknologi yang tadinya diciptakan untuk mempermudah kerja
masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat yang membutuhkan pada
khususnya berubah menjadi sebuah sarana yang sarat akan kepentingan
berbagai pihak.
Teknologi
ini kemudian dijadikan sebagi sebuah media untuk penyebaran hegemoni.
Globalisasi dan hegemoni kembali adalah sebuah hal yang tak bisa dipisahkan
menurut Gramsci. Yang menjadi persoalan disini, unsur yang menjadi poin
hegemoni kemudian adalah kepentingan-kepentingan orang barat. Kepentingan yang
jika tidak kita saring dengan baik, maka tentu akan merusak kebudayaan lokal
kita, mengikis kearifan lokal kita masyarakat Indonesia pada khususnya
dan masyarakat timur dunia pada umumnya.
Kita
seakan diperbudak dengan fenomena global yang mengatakan bahwa kebudayaan barat
adalah yang terbaik dan patut dijadikan teladan bagi masyarakat lain dengan
kebudayaan yang masih terbelakang diseluruh penjuru dunia ini. Hal ini kemudian
menjadi agenda illegal dari sebuah modernisasi, sebuah agenda yang jelas sudah
tidak betul lagi jalannya. Modernisasi yang membelok maksud dan
tujuannya dari tujuan luhur sejak pertama diprakarsai kemudian
kita kenal dengan istilah Westernisasi
atau ke- barat-barat-an. Sebuah paham budaya yang membawa budaya barat ke
daerah timur dengan proses globalisasi dan jika tidak diserap dengan baik tentu
akan menjadi senjata yang sangat berbahaya bagi eksistensi kebudayaan lokal
dan kekayaan bangsa.
Ditengah kemajuan yang pesat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, jiwa kebudayaan barat mengalami kekosongan yang
hebat. Manusia barat dalam kebudayaan yang sangat rasional itu sesungguhnya
menderita kehampaan hidup. Mereka hidup tanpa makna. Dan kemudian mereka
mencoba lari kedalam spekulasi-spekulasi untuk menjustifikasi bahwa kehidupan
ini memang membosankan. Kekakuan kehidupan batin manusia barat itu merupakan muncul
sebagai akibat dari proses sekularisasi, proses dereligionisasi.
Budaya
Konsumerisme
Industrialisasi yang semakin berkembang memberikan
berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat, kapitalis yang merupakan sistem
yang telah memberikan berbagai dampak dimana manusia/masyarakat sebagai objek
dalam rangka mengembangkan sistemnya serta lebih menekankan pada proses
produksi, tetapi dalam perkembangan saat ini konsumsi menjadi fokus utama yang
menjadi pengembangan dari modal. Konsumsi yang sekarang ini menjadi penekanan
dalam sistem yang ada memberikan berbagai dampak karena permainan dari
kapitalis, ”...kenyataanya kebutuhan
dan konsumsi adalah perluasan dari kekuatan produktif yang diorganisir
(Baudrillad)”
Keadaan masyarakat yang sekarang
ini semakin berubah seiring perkembangan zaman yang dialaminya. Pengaruh dari
budaya konsumerisme yang terjadi di masyarakat menyebabkan adanya perubahan
pola pikir masyarakat yang terpengaruh budaya yang berkembang. Pola pikir yang
terjadi dalam masyarakat sekarang yaitu substansi yang seharusnya merupakan
tujuan awal dan utama terkalahkan dengan adanya dominasi budaya yang berkembang
di masyarakat. Batasan tipis antara kebutuhan dan keinginan yang menjadikan
pemikiran masyarakat sekarang ini lebih kearah keinginan dan budaya atau mode
yang sedang berkembang, proses konsumsi dari masyarakat sekarang ini tidak
tergantung pada substansi kebutuhan tetapi adanya pelekatan mode serta budaya
yang sedang berkembang dalam masyarakat.
Bersikap “Kreatif” sebagai kontrol
globalisasi
Beberapa peluang solusi
dalam mengurangi keterpengaruhan globalisasi Dalam bidang teknologi dan
informasi, langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menyaring informasi yang
baik dan bermanfaat. Selain itu juga diperlukan adanya pengawasan dari semua
pihak agar informasi yang beredar di masyarakat tidak membawa dampak negatif
terutama untuk kalangan muda. Masyarakat juga harus berusaha mengikuti
perkembangan IPTEK agar tidak tertinggal dari negara lain dan tidak mudah
dibodohi oleh informasi-informasi yang masuk dari luar.
Untuk
mengurangi sikap konsumtif, hendaknya setiap orang mempunyai kesadaran untuk
tidak bergaya hidup yang bermewah-mewahan atau dapat dilakukan dengan membeli
barang yang harganya lebih terjangkau namun mempunyai kualitas yang tidak jauh
berbeda seperti produk-produk dalam negeri. Hal ini juga berkaitan dengan
bidang ekonomi. Untuk mengurangi globalisasi dapat dilakukan dengan
meningkatkan produksi dan kualitas produk dalam negeri agar dapat bersaing
dengan produk luar. Promosi produk lokal melalui berbagai media massa juga
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang produk dalam negeri dan
menarik konsumen untuk beralih pada produk lokal.
Dengan
demikian mungkinkah ini sebuah solusi yang solutif?
“Billahi fisabihilhaq Fastabiqul Khoirot
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”
Disampaikan saat diskusi Sanggar
Langit Bumi IMM FP UMY
Sumber:
Dr. Kuntowijoyo. 1992. Paradigma Islam Interpretasi
Untuk Aksi. Mizan. Bandung
_________.___.
Sejarah Globalisasi. http://www.scribd.com/doc/45320329/SEJARAH-GLOBALISASI . diakses 11 Desember 2014
Anwar, A. 2014. Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Jalan Menuju Perubahan Sosial (Strategi Gerakan IMM). http:// mimindigenous.blogspot.com.
diakses 11 Desember 2014
0 komentar