CEMBURU PADA STATUS SOSIAL
8:34 AM
Kehidupan bermasyarakat merupakan suatu hal yang harus kita
jalani pada kehidupan ini, setiap individu tidak bisa lepas dari berkehidupan
sosial, saling membutuhkan, bertetangga, dan saling membantu satu sama lain.
Manusia sebagai Zoon politicon memang benar adanya sebagai
mana yang disampaikan oleh aris toleles1., “manusia adalah makhluk
sosial, hal itulah yang membedakan antara manusia dengan hewan”.
Hal ini berkaitan dengan sebuah status sosial setiap individu
masyarakat. Pekerjaan, tingkat pendidikan, jabatan, dan bahkan nenek moyang.
Masyarakat ada yang bekerja pada hal-hal yang kasar seperti
petani, buruh, kuli, dan lain sebagainya yang berhubungan dilapangan, dan ada
pula yang bekerja pada hal yang halus seperti halnya pekerja kantoran, jabatan
pemerintah, perusahaan, guru, dosen, pedagang, dan lain sebagainya. Kemudian
dari tingkat pendidikan, ada yang tamatan perguruan tinggi, SMA, SMP, SD, dan bahkan
tidak sekolah sama sekali. Dari jabatan pemerintah, mulai dari presiden,
mentri, anggota dewan, gubernur, bupati, wali kota, camat, kades, lurah, sampai
kepada RW RT, hingga pada status keturunan nenek moyang, semua memberi dampak
kepada sebuah siklus kehidupan sosial.
Lalu bagaimana kita menyikapi semua hal tersebut?
Apakah kita
menilai perbedaan sekte sosial tersebut adalah sebuah hal yang positif atau
bahkan sebaliknya?
Dalam konteks kesetaraan sosial memang betul bahwa setiap
orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam sudut pandang sosial,
masyarakat berhak untuk mempunyai kemakmurannya masing-masing dan mungkin
mempunyai tingkat kesejahteraan yang sama rata. Perbedaan sekte sosial
dipandang positif oleh sebagian orang, hal ini ditujukan alasan untuk sebuah
keseimbangan sosial supaya saling melengkapi dan saling membutuhkan. Dengan
perbedaan sekte sosial maka akan menimbulkan sebuah gerakan sosial, tolong
menolong dan saling membantu satu sama lain. Bagi yang mempunyai kemakmuran
hidup lebih tinggi bisa menolong yang lebih rendah, kemudian muncul sebuah
gerakan pembelaan kaum lemah, dan lain sebagainya.
Emile Durkheim2 mengistilahkan fenomena sosial
tersebut yaitu “Solidaritas organis” sebagai sebuah ciri khas masyarakat modern
yang memandang bahwa perbedaan sekte sosial dipandang menciptakan rasa saling
membutuhkan dan saling ketergantungan satu individu dengan individu lainnya. Sebaliknya
istilah “solidaritas mekanis” diistilahkannya juga menjadi sebuah ciri
masyarakat kuno (purba) yang dimana mempunyai kepercayaan yang sama, perasaan
yang sama dan tingkah laku yang sama dapat mempersatukan orang menjadi sebuah
masyarakat.
Tetapi realitanya perelisihan dan konflik sosial karena
perbedaan status sosial masih saja terjadi pada sebagian masyarakat masa kini. Kalau
kita lihat dalam konteks sekte pekerjaan, pendidikan, dan keturunan memang
sangat berbeda-beda dan mungkin satu sama lain mempunyai nasib kesejahteraan
yang berbeda-beda. Kemudian hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi
sebagian masyarakat.
Kecemburuan identik dengan rasa iri, satu sama lain ingin
saling mendapatkan nasib yang lebih baik. Berawal dari rasa ini lah maka
timbulah sebuah konflik sosial, satu sama lain saling menjatuhkan dan merugikan
satu pihak lainnya.
Maka tidak heran jika terjadi sebuah kejahatan sosial seperti
perampokan, pencurian, dan bahkan pembunuhan. Hal ini tidak lain disebabkan
karena kecemburuan pada status sosial.
#realitas_sosial #status_sosial
1)
Filsuf yunani dibidang sosial
2)
Sosiolog asal prancis (1857-1917)
by Yakub Saroni, S.P.
0 komentar