Buya Hamka: Menuju Kehidupan Sejati

1:49 PM


Dituliskan oleh Yakub Saroni

Hidup yang kekal menjadi tujuan dari segala kita yang hidup yaitu hidup yang dikejar oleh tiap-tiap orang yang sadar akan arti hidup itu sendiri, orang berlomba menempuhnya yaitu hidup sesudah mati.  Itulah yang diserukan oleh kitab-kitab yang diturunkan oleh Tuhan, itulah yang disampaikan oleh nabi-nabi yang diutus oleh Tuhan.

kehidupan didunia ini tidak lain hanya main-main dan senda gurau, hidup diakhirat itu sesungguhnya kehidupan yang sejati kalau kita renungkan betul-betul

Hidup sekarang ini hanya seperti tidur saja, hidup yang sejati adalah hidup yang akhir, yaitu di “daarul akhiroh”. Dengan demikian kita dapat menjadikan kehidupan yang sekarang ini menjadi kebun “Addunya maslahatul akhiroh” (dunia ini adalah seperti perkebunan untuk mengambil hasilnya di akhirat) mendorong kita supaya didunia ini berbuat baik sebanyak-banyaknya, kehidupan didunia ini akan menentukan kehidupan diakhirat nanti, kalau didunia ini kehidupan kita baik maka diakhirat kita akan menemukan kebahagiaan dan kesenangan.

Rasulullah saw pernah memisalkan kehidupan didunia ini. Kehidupan didunia ini seperti kita mencelupkan ujung jari kedalam lautan dan ketika ujung jari kita basah maka itulah kehidupan didunia dan basahnya lautan adalah kehidupan akhirat, berapa luas dan dalamnya lautan tidak dapat kita ukur apabila kita bandingkan dengan basahnya ujung jari kita itu.

Ada juga yang mengatakan hari akhirat itu “tanaffasil akhiroh” hari akhirat itu seperti kita bernafas, berapa banyak kita bernafas selama hidup kita? Maka tidak dapat kita hitung, dan satu kali nafas dari seluruh nafas hidup kita itulah perumpamaan hidup di dunia dan sisa nya adalah kehidupan akhirat. Berapa banyak nya nafas kita itulah kehidupan akhirat dan satu kali nafas hidup kita itu lah kehidupan dunia.

Maka orang yang pandai memakaikannya nafas yang sejenak itu dapat dipakainya dengan baik dan dia beramal menurut itu atau ia memasukan ujung jarinya kedalam lautan sehingga basah ujung jarinya, maka ia akan merenungkannya. Itulah bagaimana caranya membasahi dan bagaimana cara bernafas.

Pikirkanlah apabila kehidupan orang beriman dan beramal shaleh didunia ini merasa lapang, merasa bahagia, merasa tentram. Apa jadinya kalau sekiranya ia telah lepas dari penjara dunia ini. Bercerai nyawa dengan badan dan ia masuk ke alam barzah. Apa perasaan pada waktu itu? Karena secara lahiriyah tubuh dimasukan kedalam bumi dari tanah akan kembali menjadi tanah, dari air akan kembali menjadi air, tapi ruh akan terlepas dari ikatannya.

Seperti kata Sukhrawardi seorang sufi yang besar “kematian itu seperti burung didalam sangkarnya, dan ketika sangkar itu terbuka maka burung akang keluar, dan ketika sangkar kosong burung bernyanyi dialam bebas”,begitulah perumpamaan apabila nyawa keluar dari badan.

Setelah mendapatkan lapangan di alam barzah bagaimana lagi kehidupan di “daarunnaim”? Dinegri yang indah. Bagaimana lagi kah inti kebahagiaan di surga jannatunnaim itu? Tidak lain ialah melihat wajah Tuhan. “wujuuhuyyaumaidinnadiroh ilaarobbi ha nadiroh” muka pada waktu itu berseri-seri karna pada waktu itu kita dapat memandang Tuhan. Tak ada kebahagiaan yang lebih tinggi pada waktu itu selain memandang wajah Tuhan.

Sehingga pernah ditanyakan orang kepada Rabbiatul Adawiyah “bagaimana pandangan anda tentang sorga dan neraka?” Maka ia menjawab “dimana pun nanti aku ditempatkan aku ingin melihat wajah Tuhan, karena itu 1000 kali lebih indah dari pada syurga”.

Maka dengan itu kita akan selalu terpanggil untuk memenuhi panggilan Tuhan. Lalu timbullah pertanyaan. Mengapa manusia itu kebanyakan sungkan dan takut untuk menuju kehidupan yang sejati itu? Mengapa hanya kehidupan didunia ini lah yang banyak diinginkan oleh kebanyakan manusia? Padahan kehidupan didunia ini hanya khayal saja, kadang naik, kadang turun, menua, rambut pun menjadi putih.

Apakah karena salah menggambarkannya didalam hati?, atau karena perasaan sendiri telah tumpul?,  atau karena kita tidak percaya pada kehidupan itu?, atau karena akal kita sendiri yang tidak beres? Atau karena kita tertarik oleh barang-barang yang ada didunia ini padahal barang-barang itu akan lepas dari diri kita?, atau karena ada orang yang mati lebih dulu meniggalkan kita? Diibaratkan berniaga, tidak hanya untung, kadangpun ada ruginya.

Jawabannya itulah semua penyebabnya, dan sebab yang utama yaitu “waflih iman” (lemah iman). Iman lah yang mesti diperkuat, karena iman lah yang menjadi Ruh dari segala amalan iman itulah yang membangkitkan kita untuk semangat bekerja, iman itulah yang mencegah kita melakukan perbuatan buruk. Dengan kekuatan iman lah baru terasa wibawa dari perintah allah dan larangannya. Sehingga karena iman lah kita tidak merasa payah untuk mengerjakan segala sesuatu. Maka karena kekuatan iman lah hati kita akan terdorong untuk merindukan kehidupan sejati itu dan akan terdorong untuk berbuat baik.

Iman kepada kehidupan yang akhir itu, bukan berarti kita menolak hidup, bukan kita hanya disuruh sembahyang saja dari pagi sampai sore dan sampai tidak tidur, bukan lah seperti itu. Apabila kita bekerja mencari nafkah, maka pasangkanlah niat kita dengan iman, untuk mencari rejeki untuk bekal dihari esok.

Kita mencari makan dikota, dipasar, berniaga, itu semua pekerjaan duniawai tapi pasangkanlah niat mengapa engkau mencari makan? Karena ada perintah Tuhan didalam Alquran yang artinya “(makanlah) makanan oleh kamu segala yang baik rezeki yang telah Kami berikan kepada kamu” Maka dengan dasar ayat tersebut kita diwajibkan untuk mencari makan(rezeki) sehingga menjadi bekal amal kita untuk akhirat.

Atau seperti menjadi saudagar, Sesuai perkataan Nabi “seorang saudagar yang jujur tempatnya sama seperti orang yang mati syahid di hari qiamah”. Jujur itu sangat mudah diucapkan, tetapi susah dalam pengerjaannya, kita perlu pengorbanan, tetapi itu menjadi suatu alat(jalan) untuk membahagiakan kita pada hari akhirat nanti.

Jadi yang dimaksud beriman itu bukan hanya kita disuruh shalat saja dan meninggalkan dunia, justru yang seperti itu lah yang dilarang oleh allah dan rasulnya. Seperti itu lah yang dimaksudkan rasulullah tentang hadis “adduniya maslahatul akhiroh” dunia itu adalah kebun yang hasilnya akan kita petik di akhirat.

Dan penyebab kita tidak memandang kehidupan yaitu karena kelalaian sudah masuk kepada hati kita, hati tertidur. Banyak orang yang matanya terbangun tapi hatinya tidur, berbeda dengan Nabi hatinya terbangun walaupun matanya sedang tidur.

Banyak orang yang ketika dibangunkan mereka bangun tetapi hatinya tetap tidur, malah ada yang mati hatinya. Maka bagi orang-orang yang terbangun hatinya, mereka akan terbiasa tetap terbangun hatinya walaupun matanya tertidur, seperti hal nya orang-orang yang terbiasa sembahyang tahajjud, walaupun mereka hanya tertidur sebentar, tetapi hati mereka akan tetap bangun.

Maka memandang itu ada yang disebut “kebiasaan dan kesadaran”. Jika kita terbiasa beribadah tetapi kita tidak sadar maka kita akan celaka, ibadah harus dibangun dari kesadaran dan dari sadar maka akan terbiasa. Sehingga kebiasaan harus diiringi dengan kesadaran. Seperti itulah selayaknya kita beribadah untuk menuju kehidupan yang sejati.

·         Isi tulisan sepenuhnya diambil dari rekaman ceramah Buya Hamka.

You Might Also Like

0 komentar

yakubsaroni.blogspot.co.id

Copy Right 2020